Rabu, 19 November 2014

Review Bab 6 Buku "Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis"



BAB VI
METODE ABDUKSI DAN DEDUKSI
1.    Pengantar
J. B. Conant mengatakan dalam bukunya Understanding Science, bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata benda, ilmu pengetahuan merupakan hasil yang sudah jadi. Sedangkan sebagai kata kerja, ilmu pengetahuan adalah proses yang melibatkan ilmuwan dalam mencapai kebenaran, yaitu metode dan kegiatan yang dipraktekkan.
Tiga unsur dari kegiatan ilmiah yaitu; perumusan masalah, metode ilmiah yang pragmatis sebagai proses, dan jawaban sebagai hasil. Metode ilmu pengetahuan berangkat dari suatu keraguan atau permasalahan yang kemudian akan dicari solusi atau jawabannya melalui suatu metode ilmiah yang pragmatis.

2.    Metode Ilmu Pengatahuan dan Metode Berpikir Lainnya
Dlihat dari cara untuk mencapai kebenaran, ada perbedaan antara metode ilmiah dengan metode-metode lainnya, seperti method of tenacity, method of authority, a priori method. Dengan metode ilmiah, orang dapat mengajukan pertanyaan, mencari sendiri jawaban, dan menjelaskan jawabannya dengan mengacu pada pengalaman tentang alam. Sedangkan metode lainnya tidak demikian. Dengan method of tenacity, seseorang tidak akan mengajukan pertanyaan apapun, sedangkan dengan method of authority seseorang hanya mencari jawabannya berdasarkan otoritas, dan dengan a priori method seseorang dapat menjawab sendiri pertanyaannya berdasarkan seler pribadi tertentu. Maka, hanya metode ilmiah yang mengajak seseorang untuk mengajukan sendiri pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya berdasarkan pengalamannya tentang alam.

3.    Metode Abduksi
C. S. Peirce menyebut abduksi sebaga semua proses yang terjadi dalam pemikiran ilmuwan.
a.      Pemikiran Pierce tentang abduksi
Awalnya Pierce memandang abduksi sebagai suatu bentuk penyimpulan yang terdiri dari tiga proposisi, yaitu hokum (rule), kasus (case), dan kesimpulan (result) yang dibentuk dalam suatu silogisme hipotesisi yang terdiri dari premis mayor, minor, dan kesimpulan.
Jika A, maka B
Dan A:
Maka B
Namun setelah tahun 1893, Pierce semakin sadar bahwa abduksi lebih dari sekadar suatu bentuk logis. Abduksi merupakan tahap pertama dari penelitian ilmiah.
Dua cirri abduksi menurut Pierce yaitu, pertama, abduksi menawarkan suatu hipoesis yang memberikan eksplanasi yang probable, yang berarti hipotesis tersebut bersifat kemungkinan atau dugaan. Kedua, hipotesis itu dapat memberikan penjelasan terhadap fakta-fakta lain yang belum dijelaskan dan bahkan tidak dapat diobservasi secara langsusng.
Imajinasi yang brilian dan bebas menjadi bagaian penting dalam abduksi. Tetapi abduksi tidak menjalankan fungsi kritis. Abduksi hanya menghasilkan hipotesis sebagai pejelasan sementara, dengan memberikan suatu konjektur atau dugaan yang masuk akal sebagai salah satu cara untuk memahami fakta. Maka, hipotesis yang ditawarkan melalui abduksi merupkan suatu vague ideas yang masih harus dibuktikan melalui induksi dan dedukasi.

b.      Beberapa syarat dalam pemilihan hipotesis
Syarat yang paling penting dalam pemilihan hipotesis adalah bahwa hipotesis yang dipilih dapat diverivikasikan secara eksperimental. Namun pertimbangan ekonomi juga perlu diperhitungkan mengingat batas-batas financial dan waktu seorang ilmuwan. Secara negative dapat dikatakan bahwa lebih menguntungkan memilih hipotesis yang paling cepat dan mudah ditolak dibandingkan dengan sebuah hipotesis yang memakan banyak waktu dan tenaga untuk diverivikasikan tetapi belum jelas.
Syarat lain menurut Peirce yaitu dampak positif dari hipotesis bagi ilmu dan nilai hipotesis itu sendiri. Semakin baik suatu hipotesis, semakin luas dan mendalam hipotesis tersebut. sedangkan mengenai nilai suatu hipotesis, hipotesis yang baik adalah hipotesis yang bisa diuji, dan sekaligus juga yangs angat membantu bagi perkembangan ilmu itu sendiri.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam memilih suatu hipotesis adalah insting, yang merupakan instrument yang lebih meyakinkan dibandingkan dengan semua bentuk penalaran (reason). 
c.       Kesimpulan: nilai teoretis fase abduksi
Pertama, abduksi menghasilkan suatu proposisi yang mengandung konsep universal (generalitas). Abduksi merupakan suatu proses penyimpulan dari sutau kasus tertentu yang menempatkan suatu kasus tertentu dalam suatu kelas atau kelompok.
Kedua, hipotesis abduktif dibentuk oleh imajinasi, bukan oleh penalaran kritis. Seorang ilmuwan akan menggunakan instingnya untuk membuat suatu pilihan yang ekonomis dan berguna ketika menghadapi begitu banyak penjelasan yang harus diuji.
Ketiga, proses abduksi menegaskan bahwa ilmu pengetahuan selalu berusaha untuk menangkap orisinalitas realitas. Dan keempat adalah interpretative. Dalam arti bahwa proposisi hipotesis yang berhasil dirumuskan dari cara pandang ilmuwan terhadap fakta atau pengalaman.

4.    Metode Deduksi
Deduksi adalah proses menarik prediksi-prediksi dari suatu hippotesis. Setelah memilih hipotesis, maka selanjutnya menyimpilkan prediksi-prediksi ekperiensial dari hipotesis tersbut, mencatat dan menyeleksi prediksi kemudian mengamati apakah prediksi itu terjadi atau tidak.
Proses deduktif dalam penelitian ilmiah harus berhenti dengan prediksi dalam bentuk jika-maka. Ini berarti hasil dari pengujian tidak diketahui atau belum diketahui. Jad, fase deduktif ini berakhir dengan perumusan prediksi yang ditarik secara logisdari hipotesis eksplanatoris.

sumber :
Keraf, A. Sonny & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar