Rabu, 19 November 2014

Review Bab 5 Buku "Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis"



BAB V
MASALAH KEPASTIAN DAN FALIBILISME MODERAT

1.     Masalah Kepastian Kebenaran Ilmiah
Falibilisme adalah suatu pengakuan dalam filsafat ilmu pengetahuan bahwa ilmu pengetahuan tidak akan pernah memberikan suatu formulasi final dan absolut tentang seluruh universum. Falibilisme adalah sebuah sikap kritis yang meragukan kebenaran ilmiah (ilmu pengetahuan selalu bisa salah) namun sekaligus juga menganggap dan mengakui kebenaran ilmu pengetahuan serta metode ilmu pengetahuan adalah satu-satunya metode yang dapat dipercaya dalam menyampaikan pikiran.
Falibilisme lebih condong kepada anggapan kaum empirisis bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat memberikan gambaran yang pasti tentang objek penelitiannya. Berbeda dengan kaum rasionalis yang beranggapan bahwa kebenaran sebagai keteguha bersifat pasti benar

2.     Filibilisme dan Metode Ilmu Pengetahuan
Falibilisme ilmu pengetahuan berasal dari dua sumber, yaitu sebagai konsekuensi dari metode ilmu pengetahuan, dann dari objek ilmu pengetahuan yaitu universum alam.
Beberapa indikasi metodologis dapat dilihat sebagai alasan dari falibilisme moderat, yaitu (1) Peneliti tidak pernah merasa pasti dengan apa yang dicapainya sendiri; (2) Fokus utama dari kegiatan penelitian ilmiah adalah verivikasi atas hipotesis, yang mana selalu terbuka kemungkinan terjadi kekeliruan; (3) Karena metode induksi yag digunakan pada metode ilmu penegtahuan selalu tidak lengkap; dan (4) Setiap hipotesis pada dasarnya tidak pasti.
Maka, dengan keempat alasan ini dapat dikatakan bahwa pengetahuan ilmiah itu tidak pernah luput dari kekeliruan dan selalu terbuka pada kritik dan perbaikan.

3.     Falibilisme dan Objek Ilmu Pengetahuan
Falibilitas pengetahuan ilmiah, selain disebabkan oleh metode ilmiah, juga terjadi karena objek ilmu pengetahuan yang real sekaligus juga berubah-ubah. Objek ilmu pengetahuan adalah peristiwa-peristiwa alam. Namun alam sendiri tidak berada dalam kondisi statis, melainkan selalu mengalami evolusi. Oleh karena itu, falibilisme atau kesadaran bahwa ilmu pengetahuan selalu tidak pernah mutlak benar juga didasarkan pada kenyataan bahwa alam selalu berkembang.
a.      Realitas objek
Objek pengetahuan dapat dikatakan real jika jika mengandung tiga arti berikut. Pertama, yang nyata berarti lepas dari pikiran manusia. Yang berarti bahwa realitas adalah sesuatu yang berada di luar diri sendiri. Kedua, meskipun dunia real yang dipelajari ilmu pengetahuan bebas dari pemikira manusia, namun realitas itu sendiri dapat dikatakan real jka memang dapat dikenal. Maka, dunia yang real adalah dunia yang sekalipun berada lepas dari pikiran manusia, namun sungguh-sungguh dapat dikenal oleh pemikiran manusia. jika tidak, maka tidak aka nada ilmu pengetahuan.
Ketiga, realitas yang dibicarakan ilmu pengetahuan adalah realitas public yang menjadi perhatian banyak orang. Yaitu bukan hanya apa yang dapat dipikirkan oleh individu, melainkan juga yang memiliki dimensi sosial sebagai objek dari penelitian bersama. Jika kebenaran pengetahuan ilmiah tidak dapat dilihat sebagai kenyataan public, yang diterima dan disaksikan public, maka pengetahuan akan menjadi pendapat pribadi yang tidak dapat dipercaya.
Dalam hal ini, komunikasi dan bahasa memainkan peranan penting, karena (1) dengan komunikasi para ilmuwan bisa saling membagi informasi dan penemuan mereka; (2) dengan komunikasi mereka bisa saling berdiskusi, saling mengafirmasi dan saling membantah; (3) dengan komunikas ilmu pengetahuan, baik metode maupun hasilnya, dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Dengan demikian, jika ilmu pengetahuan hanya menjadi milik pribadi tanpa bisa dikomunikasikan, maka belum bisa diterima sebagai ilmu pengetahuan dalam arti yang sesungguhnya.
b.      Evolusi objek pengetahuan ilmiah
Pengertian tentang evolusi objek menyangkut dua aspek. Pertama, objek pengetahuan ilmiah selalu berubah sehingga pengetahuan yang yang kita capai, sekalipun sangat akurat, harus ditinjau kembali. Filsuf-filsuf Yunani seperti Herakleitos dan Aristoteles mnejelaskan bahwa perubahan merupakan cirri khas dari realitas apa saja. Sehingga evolusi merupakan kenyataan dasar dari setiap realitas. Karena perubahan inilah maka setiap pengetahuan bisa saja kabur karena alam selalu berubah dan berkembang.
Kedua, objek pengetahuan kita selalu berkembang kepada regularitas. Yang berarti bahwa semakin alam berkembang ia semakin terbuka untuk dimengerti. Jadi, tetap ada harapan akan tercapainya suatu pemahaman yang lebih baik tentang alam semesta, asalkan penelitian terus dilakukan dari generasi ke generasi.
Dengan adanya dua aspek ini, maka ilmuwan harus berusaha mendekati alam dengan kesadaran akan falibilitas atas hasil-hasilnya. Namun falibilisme ini bersifat moderat karena alam selalu berkembang untuk semakin lama semakin bisa dimengerti.
Dengan demikian, berkaitan dengan kebenaran empiris, harus dikatakan bahwa semua ilmu empiris  karena mengejar kepastian dalam dua arti, yaitu (1) kepastian tentang pernyataan yang menjelaskan gejala-gejala yang diselidiki; (2) kepastian tentang kesimpulan yang ditarik sebagai sutau hukum yang berlaku umum.

KESIMPULAN:
Falibilisme adalah suatu sikap kritis terhadap kebenaran ilmu pengetahuan, namun sekaligus juga menganggap bahwa metode ilmu pengetahuan adalah yang paling dapat dipercaya sebagai sebuah metode yang dapat menjelaskan suatu pengetahuan secara benar. Alasan adanya falibilisme ini yaitu disebabkan oleh metode ilmiah yang bersifat tidak pasti dan dikarenakan objek ilmu pengetahuan yang real ini selalau berubah-ubah. Namun, sekalipun kita harus mempunyai kesadaSran akan falibilisme ini, kita harus tetap optimis dan memandang kesalahan ilmu pengetahuan dengan cara yang lebih moderat. Yakni, sebagai sebuah tantangan untuk terus mencari kebenaran yang baru. Dengan demikian akan tercipta sutu falibilisme moderat yang akan semakin membawa kita kepada kebenaran.

sumber :
Keraf, A. Sonny & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar