30 Oktober 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
“MAKASSAR,
KOMPAS.com — Aksi tawuran antarmahasiswa di Universitas
Veteran RI (UVRI) di Kota Makassar, Kamis (11/10/2012), memakan korban jiwa.
Dua mahasiswa asal Fakultas Teknik tewas.
Kedua
korban masing-masing bernama Rizky Munandar dan Haryanto. Mereka tewas saat
hendak menengok temannya yang terluka dan dirawat di Rumah Sakit Haji.
Seperti
yang diberitakan sebelumnya, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP) terlibat tawuran dengan mahasiswa Fakultas Teknik UVRI, Kamis
(11/10/2012), di kampus UVRI, Jalan Antang Raya, Kecamatan Manggala.
Menurut
informasi yang dihimpun di sekitar lokasi kejadian, tawuran mahasiswa dua
fakultas dalam satu kampus ini dipicu oleh lemparan batu yang mengenai salah
seorang mahasiswi Fakultas Teknik pada Rabu (10/10/2012) malam.
Mahasiswa
Fakultas Teknik menuding, pelaku pelemparan batu itu adalah mahasiswa FKIP.
Akhirnya, mahasiswa teknik membalasnya dengan melemparkan batu ke mahasiswa
FKIP yang lokasinya tak terlalu jauh itu. Akibatnya, terjadi tawuran.”
(Kompas.com)
Kutipan berita di atas
adalah salah satu contoh dari beberapa kasus tawuran antar mahasiswa yang marak
terjadi belakangan ini. Dalam berita tersebut dikabarkan bahwa dua orang
mahasiswa menjadi korban kekerasan tawuran antar mahasiswa hingga tewas.
Tawuran, bukanlah hal
yang pantas dilakukan bagi seseorang yang menyandang status sebagai seorang mahasiswa.
Mahasiswa yang seharusnya menunaikan kewajibannya untuk menimba ilmu justru
menggunakan waktunya untuk melakukan kekerasan. Sebenarnya apakah penyebab
mereka melakukan kekrasan sedemikian rupa? Apakah itu pengaruh dari keluarga,
sekolah, untuk melakukan tindak kekrasan?
Melalui sosiologi,
fenomena tawuran antar mahasiswa ini mampu dijelaskan. Dalam tulisan ini akan
dibahas mengenai penyebab yang melatarbelakangi terjadinya tawuran antar
mahasiswa serta keterkaitannya dengan in-group
dan out-grup dalam konsep-konsep sosiologi.
B. PERMASALAHAN
Dalam tema fenomena tawuran antar
mahasiswa ini, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apa
penyebab terjadinya tawuran antar mahasiswa?
2. Adakah
pengaruh dari keluarga atau justru kelompok pertemanan kah yang lebih
mendominasi dalam penyebab terjadinya tawuran?
3. Sejauh
apakah pengaruh in-group mengikat
suatu anggota kelompok sehingga menimbulkan sikap etnosentrisme?
4. Bagaimana
cara untuk mencegah terjadinya fenomena ini?
BAB
II
ISI
C. PEMBAHASAN
Tawuran, sebagai sebuah
peristiwa yang sarat akan kekerasan, kerusuhan, dan juga menimbulkan korban
saat ini begitu sering terjadi di kalangan pelajar dan mahasiswa. Tawuran
diartikan sebagai berkelahinya dua kelompok pelajar atau mahasiswa secara
missal disertai dengan kata-kata yang merendahkan kelompok lawan dan perilaku
yang ditujukan untuk melukai lawan. Tawuran antar mahasiswa biasanya terjadi
antara dua atau lebih kelompok mahasiswa yang sering disebut sebagai “gank”. “Gank” dalam konteks pembahasan ini terdiri dari beberapa mahasiswa
yang biasanya berasal dari satu perguruan tinggi, fakultas, atau jurusan yang
sama, atau dari fakultas dan jurusan yang berbeda-beda namun dengan latar
belakang kesamaan ketertarikan pada hal tertentu.
Dalam kelompok-kelompok
yang demikian ini biasanya terdapat satu ikatan yang kuat antar sesama anggota
kelompok. Ikatan ini timbul karena didasarkan atas persamaan pendapat dan
ideologi, persamaan nasib, dll sehingga menimbulkan rasa menghormati dan
loyalitas yang tinggi terhadap kelompoknya.Suatu kelompok yang mana
anggota-anggota yang terlibat didalamnya memiliki rasa hormat dan loyalitas
tinggi terhadap kelompok tersebut disebut sebagai in-groups. Sedangkan out-groups
yaitu kelompok luar yang mana seseorang merasakan suatu rasa kompetisi dan
pertentangan. Istilah In-group
dikemukakan oleh W.G. Sunner dalam bukunya yang berjudul Folkways. Out-group sebagai lawan dari in-group
merupakan istilah yang lazim dipergunakan dalam literature sosiologi. Konsep in-groups dan out-groups ini berdasarkan pada suatu ide bahwa “kami” memiliki
unsur-unsur yang bernilai yang “mereka” tidak punya.
Berdasarkan pada ide
tersebutlah secara garis besar anggota kelompok in-groups biasanya mempercayai secara berlebihan hal-hal positif
pada diri mereka, merasa bahwa kelompoknyalah yang paling unggul dan yang
paling benar, dan secara tidak adil menilai kelompok lain hanya berada pada
level dibawah mereka. Sehingga memunculkan suatu etnosentrisme, yaitu pandangan
bahwa kelompoknya sendiri (in-groups)
adalah pusat segalanya dan semua kelompok yang lain dibandingkan dan dinilai
sesuai dengan standar kelompoknya tadi [Sumner, 1906, hal. 13]. Secara kurang
formal etnosentrisme adalah kebiasaan setiap kelompok untuk menganggap apa yang
ada pada kelomppoknya sebagai yang paling baik.
Etnosentrisme juga
didefinisikan sebagai kesetiaan yang
kuat dan tanpa kritik pada suatu kelompok disertai dengan stereotype terhadap
kelompok lain. Hal inilah yang kemudian memunculkan pertentangan antara in-groups dan out-groups sehingga memunculkan suatu konflik diantara kedua
kelompok. Etnosentrisme yang berlebihan memungkinkan kedua kelompok ini beradu
kekerasan seperti tawuran.
Selain itu, kekuasaan
juga memainkan peranan di dalam hubungan kelompok dalam. Suatu in-group yang berkuasa mampu
mendefinisikan kelompok yang lain sebagai out-group
yang berstatus lebih rendah. Loyalitas dan rasa saling memiliki pada in-group mampu mendorong seseorang untuk
berperilaku sebagaimana perilaku anggota-anggota kelompok yang lain, membuat mereka
merasa perlu untuk melakukan tindakan apabila out-group melakukan tindakan merendahkan terhadap kelompok sendiri.
Dan hal ini kemudian mampu menimbulkan terjadinya tawuran.
Masyarakat seringkali
mengatakan bahwa penyebab seorang mahasiswa melakukan tawuran adalah karena
faktor keharmonisan pada keluarga. Namun benarkah sedemikian besar pengaruhnya
hingga mendorong seseorang untuk melakukan tawuran?
Kelompok mempengaruhi
perilaku anggota-anggotanya dengan cara mempromosikan kesesuaian. Penyesuaian
memberikan perasaan aman dari rasa saling memiliki, tetapi pada tingkat
ekstrim, tekanan kelompok dapat menjadi tidak menyenangkan dan bahkan
berbahaya. Dalam kasus tawuran antarmahasiswa ini ditemukan bahwa mereka yang
terlibat dalam tawuran sebagian besar tidak paham betul permasalahan yang
sebenarnya. Kalaupun mereka tahu penyebab tawuran, hal tersebut tidak secara
langsung terkait pada dirinya. Di sinilah group
conformity atau konformitas kelompok berperan.
Konformitas (Santrock,
2003, hal 221) mucul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain
dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangan mereka. Mahasiswa adalah
mereka yang masih tergolong muda dengan pemikiran yang masih cenderung spontan
dan perilaku yang cenderung masih gegabah. Karena itu konformitas terhadap
tekanan teman sebaya pada mahasiswa bisa dapat menjadi positif atau negatif.
Group
conformity merupakan salah satu faktor nyata
adanya pengaruh in-group pola
perilaku anggotanya sehingga mampu menimbulkan tindakan massal termasuk tawuran
yang terjadi di kalangan remaja.
Sedangkan keluarga
adalah salah satu agen sosial yang juga berperan penting dalam mempengaruhi
perilaku individu. Namun pada banyak kasus tawuran diketahui bahwa sebagian
besar para pelaku tawuran tidak memiliki masalah dalam lingkup keluarga. Hal
ini menunjukkan bahwa teman sebaya atau kelompok teman sebayalah yang memiliki
pengaruh lebih besar terhadap perilaku seorang mahasiswa.
Fenomena tawuran antar
mahasiswa ini tidak dapat terus menerus dibiarkan saja. Perlu adanya tindakan
untuk mencegah terjadinya tawuran. Diantaranya yaitu dibutuhkan peran dari
keluarga dan terlebih dari satuan pendidikan untuk memberikan kontrol sosial
pada masing-masing individu dan juga kelompok-kelompok yang bernaung dibawahnya.
In-groups
jelas cenderung memiliki etnosentrisme, dan etnosentrinsme ini tidak selamanya
adalah hal yang buruk. Etnosentrisme mampu mengukuhkan loyalitas di dalam
kelompok. Namun seyogiyanya etnosentrisme tidak perlu disertai dengan
stereotype yang rendah terhadap ou-groups. Konflik dapat dicegah apabila
terjadi keselarasan dan rasa saling menghargai antar-kelompok. Memberikan
pengarahan kepada mahasiswa mengenai tindak kekerasan, serta perlunya rasa
saling menghargai dalam perbedaan sangatlah diperlukan untuk mencegah
terjadinya tawuran.
BAB III
PENUTUP
D. PENUTUP
Kesimpulan yang dapat
ditarik dari pembahasan di atas yaitu bahwa kelompok memegang peranan penting
dalam mempengaruhi perilaku individu. In-groups
atau kelompok dalam biasanya adalah kelompok yang mana anggota-anggotanya
memiliki rasa menghargai dan loyalitas, sedangkan out-groups adalah kelmpok luar yang mana seseorang merasa
bertentagan dengan kelompok tersebut.
Sosiologi menjelaska
bahwa secara umum in-groups
mempercayai secara berlebihan akan hal-hal positif pada kelompoknya, dan secara
tidak adil menganggap out-groups adalah negatif. Pada tahap yang lebih jauh
sikap ini mampu menumbukan etnosentrisme, yang mana suatu kelompok melebihkan
kelompoknya sendiri dan mengukur baik buruknya kelompok lain berdasrkan
kebiasaan-kebiasaan atau hal-hal yag ada pada kelompoknya, dan juga memunculkan
stereotype yang buruk terhadap out-groups.
Pada tahap yang ekstrim, sikap etnosentrisme yang berlebihan dalam in-groups
ini mampu menimbulkan konflik yang menjadi penyebab utama terjadinya tawuran.
Pengaruh teman sebaya atau kelompok teman
sebaya ini sangat kuat bagi mahasiswa yang masih dalam usia yang belum matang
sehingga sangat berpengaruh terhadap perilaku mereka. faktor lain penyebab tawuran
yaitu adanya group conformity atau
konformitas kelompok yang mana suatu kelompok mempengaruhi bahkan mampu memaksa
anggota-anggotanya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang dianggap
penting bagi kelompok tersebut. Konformitas ini
juga didasarkan karena adanya rasa ingin diterima oleh seorang individu
di dalam suatu kelompok, sehingga pada akhirnya mereka bersedia melakukan apa
yang bagi mereka penting untuk kelompok.
Pada usia remaja dan
beranjak dewasa, agen sosial yang berperan penting dalam membentuk perilaku
individu adalah teman sebaya atau kelompok teman sebaya di mana mereka
tergabung di dalamnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadinya tawuran lebih
banyak dipengaruhi oleh perilaku kelompok.
Kesimpulan yang
terakhir yaitu bahwa pendidikan dan pengarahan baik dari keluarga, satuan
pendidikan, maupun lingkungan yang baik sangat diperlukan dalam upaya mencegah
terjadinya tawuran antar mahasiswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali Pers, 2012
Narwoko, J. Dwi dan
Bagong Suyanto. Sosiologi Teks Pengantar
dan Terapan. Jakarta: Kencana, 2007.
Horton, Paul B. and
Chester L. Hunt. Sosilogi Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga, 1991.
G. Kartasapoetra dan
L.J.B. Kreimers. Sosiologi Umum.
Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Macionis, John J. Sociology, Fourteenth Edition. Pearson,
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar