Selasa, 18 November 2014

Fenomena Tawuran Antarmahasiswa



 30 Oktober 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
“MAKASSAR, KOMPAS.com — Aksi tawuran antarmahasiswa di Universitas Veteran RI (UVRI) di Kota Makassar, Kamis (11/10/2012), memakan korban jiwa. Dua mahasiswa asal Fakultas Teknik tewas.
Kedua korban masing-masing bernama Rizky Munandar dan Haryanto. Mereka tewas saat hendak menengok temannya yang terluka dan dirawat di Rumah Sakit Haji.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) terlibat tawuran dengan mahasiswa Fakultas Teknik UVRI, Kamis (11/10/2012), di kampus UVRI, Jalan Antang Raya, Kecamatan Manggala.
Menurut informasi yang dihimpun di sekitar lokasi kejadian, tawuran mahasiswa dua fakultas dalam satu kampus ini dipicu oleh lemparan batu yang mengenai salah seorang mahasiswi Fakultas Teknik pada Rabu (10/10/2012) malam.
Mahasiswa Fakultas Teknik menuding, pelaku pelemparan batu itu adalah mahasiswa FKIP. Akhirnya, mahasiswa teknik membalasnya dengan melemparkan batu ke mahasiswa FKIP yang lokasinya tak terlalu jauh itu. Akibatnya, terjadi tawuran.” (Kompas.com)

Kutipan berita di atas adalah salah satu contoh dari beberapa kasus tawuran antar mahasiswa yang marak terjadi belakangan ini. Dalam berita tersebut dikabarkan bahwa dua orang mahasiswa menjadi korban kekerasan tawuran antar mahasiswa hingga tewas.
Tawuran, bukanlah hal yang pantas dilakukan bagi seseorang yang menyandang status sebagai seorang mahasiswa. Mahasiswa yang seharusnya menunaikan kewajibannya untuk menimba ilmu justru menggunakan waktunya untuk melakukan kekerasan. Sebenarnya apakah penyebab mereka melakukan kekrasan sedemikian rupa? Apakah itu pengaruh dari keluarga, sekolah, untuk melakukan tindak kekrasan?
Melalui sosiologi, fenomena tawuran antar mahasiswa ini mampu dijelaskan. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai penyebab yang melatarbelakangi terjadinya tawuran antar mahasiswa serta keterkaitannya dengan in-group dan out-grup dalam konsep-konsep sosiologi.

B.     PERMASALAHAN
Dalam tema fenomena tawuran antar mahasiswa ini, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.      Apa penyebab terjadinya tawuran antar mahasiswa?
2.      Adakah pengaruh dari keluarga atau justru kelompok pertemanan kah yang lebih mendominasi dalam penyebab terjadinya tawuran?
3.      Sejauh apakah pengaruh in-group mengikat suatu anggota kelompok sehingga menimbulkan sikap etnosentrisme?
4.      Bagaimana cara untuk mencegah terjadinya fenomena ini?

BAB II
ISI
C.     PEMBAHASAN

Tawuran, sebagai sebuah peristiwa yang sarat akan kekerasan, kerusuhan, dan juga menimbulkan korban saat ini begitu sering terjadi di kalangan pelajar dan mahasiswa. Tawuran diartikan sebagai berkelahinya dua kelompok pelajar atau mahasiswa secara missal disertai dengan kata-kata yang merendahkan kelompok lawan dan perilaku yang ditujukan untuk melukai lawan. Tawuran antar mahasiswa biasanya terjadi antara dua atau lebih kelompok mahasiswa yang sering disebut sebagai “gank”. “Gank” dalam konteks pembahasan ini terdiri dari beberapa mahasiswa yang biasanya berasal dari satu perguruan tinggi, fakultas, atau jurusan yang sama, atau dari fakultas dan jurusan yang berbeda-beda namun dengan latar belakang kesamaan ketertarikan pada hal tertentu.
Dalam kelompok-kelompok yang demikian ini biasanya terdapat satu ikatan yang kuat antar sesama anggota kelompok. Ikatan ini timbul karena didasarkan atas persamaan pendapat dan ideologi, persamaan nasib, dll sehingga menimbulkan rasa menghormati dan loyalitas yang tinggi terhadap kelompoknya.Suatu kelompok yang mana anggota-anggota yang terlibat didalamnya memiliki rasa hormat dan loyalitas tinggi terhadap kelompok tersebut disebut sebagai in-groups. Sedangkan out-groups yaitu kelompok luar yang mana seseorang merasakan suatu rasa kompetisi dan pertentangan. Istilah In-group dikemukakan oleh W.G. Sunner dalam bukunya yang berjudul Folkways. Out-group sebagai lawan dari in-group merupakan istilah yang lazim dipergunakan dalam literature sosiologi. Konsep in-groups dan out-groups ini berdasarkan pada suatu ide bahwa “kami” memiliki unsur-unsur yang bernilai yang “mereka” tidak punya.
Berdasarkan pada ide tersebutlah secara garis besar anggota kelompok in-groups biasanya mempercayai secara berlebihan hal-hal positif pada diri mereka, merasa bahwa kelompoknyalah yang paling unggul dan yang paling benar, dan secara tidak adil menilai kelompok lain hanya berada pada level dibawah mereka. Sehingga memunculkan suatu etnosentrisme, yaitu pandangan bahwa kelompoknya sendiri (in-groups) adalah pusat segalanya dan semua kelompok yang lain dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelompoknya tadi [Sumner, 1906, hal. 13]. Secara kurang formal etnosentrisme adalah kebiasaan setiap kelompok untuk menganggap apa yang ada pada kelomppoknya sebagai yang paling baik.
Etnosentrisme juga didefinisikan  sebagai kesetiaan yang kuat dan tanpa kritik pada suatu kelompok disertai dengan stereotype terhadap kelompok lain. Hal inilah yang kemudian memunculkan pertentangan antara in-groups dan out-groups sehingga memunculkan suatu konflik diantara kedua kelompok. Etnosentrisme yang berlebihan memungkinkan kedua kelompok ini beradu kekerasan seperti tawuran.
Selain itu, kekuasaan juga memainkan peranan di dalam hubungan kelompok dalam. Suatu in-group yang berkuasa mampu mendefinisikan kelompok yang lain sebagai out-group yang berstatus lebih rendah. Loyalitas dan rasa saling memiliki pada in-group mampu mendorong seseorang untuk berperilaku sebagaimana perilaku anggota-anggota kelompok yang lain, membuat mereka merasa perlu untuk melakukan tindakan apabila out-group melakukan tindakan merendahkan terhadap kelompok sendiri. Dan hal ini kemudian mampu menimbulkan terjadinya tawuran.
Masyarakat seringkali mengatakan bahwa penyebab seorang mahasiswa melakukan tawuran adalah karena faktor keharmonisan pada keluarga. Namun benarkah sedemikian besar pengaruhnya hingga mendorong seseorang untuk melakukan tawuran?
Kelompok mempengaruhi perilaku anggota-anggotanya dengan cara mempromosikan kesesuaian. Penyesuaian memberikan perasaan aman dari rasa saling memiliki, tetapi pada tingkat ekstrim, tekanan kelompok dapat menjadi tidak menyenangkan dan bahkan berbahaya. Dalam kasus tawuran antarmahasiswa ini ditemukan bahwa mereka yang terlibat dalam tawuran sebagian besar tidak paham betul permasalahan yang sebenarnya. Kalaupun mereka tahu penyebab tawuran, hal tersebut tidak secara langsung terkait pada dirinya. Di sinilah group conformity atau konformitas kelompok berperan.
Konformitas (Santrock, 2003, hal 221) mucul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangan mereka. Mahasiswa adalah mereka yang masih tergolong muda dengan pemikiran yang masih cenderung spontan dan perilaku yang cenderung masih gegabah. Karena itu konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada mahasiswa bisa dapat menjadi positif atau negatif.
Group conformity merupakan salah satu faktor nyata adanya pengaruh in-group pola perilaku anggotanya sehingga mampu menimbulkan tindakan massal termasuk tawuran yang terjadi di kalangan remaja.
Sedangkan keluarga adalah salah satu agen sosial yang juga berperan penting dalam mempengaruhi perilaku individu. Namun pada banyak kasus tawuran diketahui bahwa sebagian besar para pelaku tawuran tidak memiliki masalah dalam lingkup keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa teman sebaya atau kelompok teman sebayalah yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap perilaku seorang mahasiswa.

Fenomena tawuran antar mahasiswa ini tidak dapat terus menerus dibiarkan saja. Perlu adanya tindakan untuk mencegah terjadinya tawuran. Diantaranya yaitu dibutuhkan peran dari keluarga dan terlebih dari satuan pendidikan untuk memberikan kontrol sosial pada masing-masing individu dan juga kelompok-kelompok yang bernaung dibawahnya.
In-groups jelas cenderung memiliki etnosentrisme, dan etnosentrinsme ini tidak selamanya adalah hal yang buruk. Etnosentrisme mampu mengukuhkan loyalitas di dalam kelompok. Namun seyogiyanya etnosentrisme tidak perlu disertai dengan stereotype yang rendah terhadap ou-groups. Konflik dapat dicegah apabila terjadi keselarasan dan rasa saling menghargai antar-kelompok. Memberikan pengarahan kepada mahasiswa mengenai tindak kekerasan, serta perlunya rasa saling menghargai dalam perbedaan sangatlah diperlukan untuk mencegah terjadinya tawuran.


BAB III
PENUTUP
D.    PENUTUP
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas yaitu bahwa kelompok memegang peranan penting dalam mempengaruhi perilaku individu. In-groups atau kelompok dalam biasanya adalah kelompok yang mana anggota-anggotanya memiliki rasa menghargai dan loyalitas, sedangkan out-groups adalah kelmpok luar yang mana seseorang merasa bertentagan dengan kelompok tersebut.
Sosiologi menjelaska bahwa secara umum in-groups mempercayai secara berlebihan akan hal-hal positif pada kelompoknya, dan secara tidak adil menganggap out-groups adalah negatif. Pada tahap yang lebih jauh sikap ini mampu menumbukan etnosentrisme, yang mana suatu kelompok melebihkan kelompoknya sendiri dan mengukur baik buruknya kelompok lain berdasrkan kebiasaan-kebiasaan atau hal-hal yag ada pada kelompoknya, dan juga memunculkan stereotype yang buruk terhadap out-groups. Pada tahap yang ekstrim, sikap etnosentrisme yang berlebihan dalam in-groups ini mampu menimbulkan konflik yang menjadi penyebab utama terjadinya tawuran.
 Pengaruh teman sebaya atau kelompok teman sebaya ini sangat kuat bagi mahasiswa yang masih dalam usia yang belum matang sehingga sangat berpengaruh terhadap perilaku mereka. faktor lain penyebab tawuran yaitu adanya group conformity atau konformitas kelompok yang mana suatu kelompok mempengaruhi bahkan mampu memaksa anggota-anggotanya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang dianggap penting bagi kelompok tersebut. Konformitas ini  juga didasarkan karena adanya rasa ingin diterima oleh seorang individu di dalam suatu kelompok, sehingga pada akhirnya mereka bersedia melakukan apa yang bagi mereka penting untuk kelompok.
Pada usia remaja dan beranjak dewasa, agen sosial yang berperan penting dalam membentuk perilaku individu adalah teman sebaya atau kelompok teman sebaya di mana mereka tergabung di dalamnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadinya tawuran lebih banyak dipengaruhi oleh perilaku kelompok.
Kesimpulan yang terakhir yaitu bahwa pendidikan dan pengarahan baik dari keluarga, satuan pendidikan, maupun lingkungan yang baik sangat diperlukan dalam upaya mencegah terjadinya tawuran antar mahasiswa.


DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2012
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana, 2007.
Horton, Paul B. and Chester L. Hunt. Sosilogi Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga, 1991.
G. Kartasapoetra dan L.J.B. Kreimers. Sosiologi Umum. Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Macionis, John J. Sociology, Fourteenth Edition. Pearson, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar