BAB IV
KEBENARAN ILMIAH
1.
Macam-Macam
Teori Kebenaran
a. Teori
kebenaran sebagai persesuaian
Menurut teori ini sudah dimunculkan oleh
Aristoteles, bahwa kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim
sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya, benar dan sebagaimana
adanya, atau disebut dengan kebenaran empiris.
Pertama, teori ini sangat ditekankan oleh aliran
empirisme yang mengutamakan pengalaman dan pengamatan indrawi manusia sebagai sumber
utama pengetahuan manusia. Yaitu dengan cara kerja dan pengetahuan aposteriori.
Kedua, teori ini cenderung menegaskan dualitas antara subjek dan objek, antara
si pengenal dan yang dikenal. Yang paling berperan bagi kebenaran pengetahuan
manusia adalah objek. Subjek atau akal budi hanya mengolah lebih jauh apa yang
diberikan oleh objek. Ketiga, teori ini sangat menekankan bukti (evidence) bagi kebenaran suatu
pengetahuan.
Kelemahan dari teori ini adalah jika suatu
pernyataan atau proposisi tidak didukung denga bukti empiris dan kenyataan
factual apapun, maka pernyataan tersebut tidak akan dianggap benar.
b. Teori
kebenaran sebagai keteguhan
Tokoh-tokohnya adalah kaum rasionalis seperti
Leibniz, Spinoza, Descartes, Hegel, dll. Teori ini mengatakan bahwa kebenaran
ditemukan dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada.
Artinya, suatu proposisi dianggap benar apabila meneguhkan proposisi sebelumnya
yang telah dianggap benar.
Pertama, teori ini lebih menekankan kebenaran
rasional-logis dan juga cara kerja deduktif. Kedua, teori kebenaran sebagai
keteguhan lebih menekankan kebenaran da pengetahuan apriori.
Kelemahan teori ini adalah bahwa kebenaran suatu
pernyataan didasarkan pada kesesuaiannya dengan pernyataan sebelumnya, dan jika
pernyataan sebelumnya dipertanyakan maka jawabannya kebenaran akan ditentukan
oleh kesesuaian dengan pernyataan yang sebelumnya lagi sehingga akan gerak
mundur tanpa henti (infinite regress).
c. Teori
pragmatis tentang kebenaran
Dikembangkan oleh filsuf-filsuf pragmatis dari
Amerika seperti Charles S. Peirce dan William James. Teori ini mengatakan bahwa
kebenaran sama artinya dengan kegunaan. Ide yang benar adalah ide yang berguna.
Menurut John Dewey dan William James, ide yang benar sesungguhnya adalah
instrument untuk bertindak secara berhasil. Jadi, kebenaran yang ditekankan
adalah kebenaran yang menyangkut “pengetahuan bagaimana” (know-how).
Kebenaran pragmatis mencakup pula kebenaran empiris,
hanya saja bersifat lebih radikal. Karena tidak hanya sesuai dengan kenyataan
melainka juga dalam kenyataannya berguna bagi manusia. Dan menurut James,
kebenaran juga merupakan sebuah nilai moral karena dengan kebenaran manusia
sampai pada sesuatu.
d. Teori
kebenaran performatif
Teori ini dianut oleh filsuf-filsuf seperti Frank
Ramsey, John Austin, dan Peter Strawson. Menurut teori ini, suatu pernyataan
dianggap benar jika pernyataan tersebut menciptakan realitas.
Kelemahan teori ini adalah dapat dipakai secara
negative. Secara positif, dengan pernyataan tertentu orang berusaha mewujudkan
apa yang dinyatakannya. Sedangkan secara negative, orang dapat terlena dengan
pernyataan atau ungkapannya seakan pernyataan atau ungkapan tersebut sama
dengan realitas begitu saja. Contohnya, “Saya bersumpah, saya berjanji akan
setia.” Seakan-akan tercipta realitas seperti yang dinyatakan, padahal apa yang
dinyatakan belum dengan sendirinya menjadi realitas.
2.
Sifat
Dasar Kebenaran Ilmiah
Pertama, memiliki
struktur kebenaran ilmiah yang rasional-logis, yaitu bahwa kebenaran ilmiah
selalu dicapai berdasarkan kesimpulan yang logis dan rasional dari proposisi
atau premis-premis tertentu. Proposisi ini dapat berupa teori atau hokum ilmiah
yang sudah terbukti benar dan diterima sebagai benar atau dapat mengungkapkan
data atau fakta baru. Kebenaran ilmiah yang rasional-logis adalah kebenaran
yang berlaku universal.
Kedua, sifat empiris,
yaitu bahwa bagaimanapun juga kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan
yang ada.
Ketiga, sifat
pragmatis. Dengan artian jika sebuah pernyataan dianggap benar secara logis dan
empiris, pernyataan tersebut juga harus berguna bagi kehidupan manusia dan
dapat membantu manusia memecahkan berbagai persoalan dalam hidup manusia.
TANGGAPAN:
Berdasarkan teori-teori kebenaran ilmiah
tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya kebenaran ilmiah bukanlah
benar menurut salah satu teori di atas saja. Dibutuhkan kebenaran logis yang
diperoleh melalui penalaran akal budi dan juga kebenaran empiris yang diperoleh
memlalui bantuan pancaindra yang menyodorkan data-data tertentu. Namun
kebenaran ilmiah adalah bukan soal teori mana yang lebih benar, melainkan teori
mana yang lebih berguna untuk membantu manusia dalam memecahkan persoalannya.sumber :
Keraf, A. Sonny & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar