Rabu, 19 November 2014

Review Bab 4 Buku "ILMU PENGETAHUAN SEBUAH TINJAUAN FILOSOFIS"



BAB IV
KEBENARAN ILMIAH
1.     Macam-Macam Teori Kebenaran
a.      Teori kebenaran sebagai persesuaian
Menurut teori ini sudah dimunculkan oleh Aristoteles, bahwa kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya, benar dan sebagaimana adanya, atau disebut dengan kebenaran empiris.
Pertama, teori ini sangat ditekankan oleh aliran empirisme yang mengutamakan pengalaman dan pengamatan indrawi manusia sebagai sumber utama pengetahuan manusia. Yaitu dengan cara kerja dan pengetahuan aposteriori. Kedua, teori ini cenderung menegaskan dualitas antara subjek dan objek, antara si pengenal dan yang dikenal. Yang paling berperan bagi kebenaran pengetahuan manusia adalah objek. Subjek atau akal budi hanya mengolah lebih jauh apa yang diberikan oleh objek. Ketiga, teori ini sangat menekankan bukti (evidence) bagi kebenaran suatu pengetahuan.
Kelemahan dari teori ini adalah jika suatu pernyataan atau proposisi tidak didukung denga bukti empiris dan kenyataan factual apapun, maka pernyataan tersebut tidak akan dianggap benar.

b.      Teori kebenaran sebagai keteguhan
Tokoh-tokohnya adalah kaum rasionalis seperti Leibniz, Spinoza, Descartes, Hegel, dll. Teori ini mengatakan bahwa kebenaran ditemukan dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada. Artinya, suatu proposisi dianggap benar apabila meneguhkan proposisi sebelumnya yang telah dianggap benar.
Pertama, teori ini lebih menekankan kebenaran rasional-logis dan juga cara kerja deduktif. Kedua, teori kebenaran sebagai keteguhan lebih menekankan kebenaran da pengetahuan apriori.
Kelemahan teori ini adalah bahwa kebenaran suatu pernyataan didasarkan pada kesesuaiannya dengan pernyataan sebelumnya, dan jika pernyataan sebelumnya dipertanyakan maka jawabannya kebenaran akan ditentukan oleh kesesuaian dengan pernyataan yang sebelumnya lagi sehingga akan gerak mundur tanpa henti (infinite regress).

c.       Teori pragmatis tentang kebenaran
Dikembangkan oleh filsuf-filsuf pragmatis dari Amerika seperti Charles S. Peirce dan William James. Teori ini mengatakan bahwa kebenaran sama artinya dengan kegunaan. Ide yang benar adalah ide yang berguna. Menurut John Dewey dan William James, ide yang benar sesungguhnya adalah instrument untuk bertindak secara berhasil. Jadi, kebenaran yang ditekankan adalah kebenaran yang menyangkut “pengetahuan bagaimana” (know-how).
Kebenaran pragmatis mencakup pula kebenaran empiris, hanya saja bersifat lebih radikal. Karena tidak hanya sesuai dengan kenyataan melainka juga dalam kenyataannya berguna bagi manusia. Dan menurut James, kebenaran juga merupakan sebuah nilai moral karena dengan kebenaran manusia sampai pada sesuatu.

d.      Teori kebenaran performatif
Teori ini dianut oleh filsuf-filsuf seperti Frank Ramsey, John Austin, dan Peter Strawson. Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan tersebut menciptakan realitas.
Kelemahan teori ini adalah dapat dipakai secara negative. Secara positif, dengan pernyataan tertentu orang berusaha mewujudkan apa yang dinyatakannya. Sedangkan secara negative, orang dapat terlena dengan pernyataan atau ungkapannya seakan pernyataan atau ungkapan tersebut sama dengan realitas begitu saja. Contohnya, “Saya bersumpah, saya berjanji akan setia.” Seakan-akan tercipta realitas seperti yang dinyatakan, padahal apa yang dinyatakan belum dengan sendirinya menjadi realitas.

2.     Sifat Dasar Kebenaran Ilmiah
Pertama, memiliki struktur kebenaran ilmiah yang rasional-logis, yaitu bahwa kebenaran ilmiah selalu dicapai berdasarkan kesimpulan yang logis dan rasional dari proposisi atau premis-premis tertentu. Proposisi ini dapat berupa teori atau hokum ilmiah yang sudah terbukti benar dan diterima sebagai benar atau dapat mengungkapkan data atau fakta baru. Kebenaran ilmiah yang rasional-logis adalah kebenaran yang berlaku universal.
Kedua, sifat empiris, yaitu bahwa bagaimanapun juga kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada.
Ketiga, sifat pragmatis. Dengan artian jika sebuah pernyataan dianggap benar secara logis dan empiris, pernyataan tersebut juga harus berguna bagi kehidupan manusia dan dapat membantu manusia memecahkan berbagai persoalan dalam hidup manusia.

TANGGAPAN:
Berdasarkan teori-teori kebenaran ilmiah tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya kebenaran ilmiah bukanlah benar menurut salah satu teori di atas saja. Dibutuhkan kebenaran logis yang diperoleh melalui penalaran akal budi dan juga kebenaran empiris yang diperoleh memlalui bantuan pancaindra yang menyodorkan data-data tertentu. Namun kebenaran ilmiah adalah bukan soal teori mana yang lebih benar, melainkan teori mana yang lebih berguna untuk membantu manusia dalam memecahkan persoalannya.

sumber :
Keraf, A. Sonny & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar