BAB II
PENGETAHUAN DAN KEYAKINAN
1.
Hubungan
antara Pengetahuan dan Keyakinan
Pengetahuan
dan keyakinan sama-sama merupakan sikap mental sesorang dalam hubungan dengan
objek tertentu yang disadarinya sebagai ada atau terjadi. Perbedaannya adalah,
dalam hal keyakinan, objek yang disadari sebagai ada tdak perlu ada sebagaimana
adanya. Sedangkan dalam hal pengetahuan, objek yang disadari sebagai ada itu
memang ada sebagaimana adanya. Keyakinan bisa saja keliru, tetapi sah saja
dianut sebagai keyakinan. Namun pengetahuan tidak bisa salah atau kelir, karena
begitu suatu pengetahuan terbukti salah atau keliru tidak bisa lagi dianggap
sebagai pengetahuan. Pengetahuan lalu berubah status menjadi sekadar keyakinan
belaka.
Pengetahuan
selalu mengandung kebenaran. Apa yang diketahui harus ditunjang oleh
bukti-bukti, fakta, saksi, memori, catatan historis, dan sebagainya. Apa yang
dianggap sebagai pengetahuan itu lalu dirumuskan sebagai proposisi. Proposisi
atau hipotesis adalah pernyataan yang mengungkapkan apa yang diketahui dan/atau
diyakini sebagai benar yang perlu dibuktikan lebih lanjut. Proposisi hanya sah
dianggap sebagai pengetahuan jika proposisi itu memang benar sebagaimana yang
diungkapkan. Jika dalam kenyatannya tidak benar demikian, maka proposisi tadi
hanya menjadi sebuah keyakinan.
Sebagai
contoh:
a. Bumi
berbentuk bulat
b. Kucing
berkaki tiga
c. Salju
berwarna putih
Dari
ketiga pernyataan di atas, pernyataan pertama dan ketiga merupakan pengetahuan.
Sedangkan pernyataan kedua hanya merupakan keyakinan karena belum tentu benar
demikian. Pernyataan kedua bisa menjadi pengetahuan jika dalam kenyataannya
terjadi sebagaimana dikatakan pernyataan tersebut.
Supaya
ada pengetahuan, di satu pihak apa yang diklaim sebagai diketahui itu harus ada
sebagaimana diklaim, tetapi di pihak lain si subjek sendiri harus sadar bahwa
ia tahu tentang apa yang diklaimnya sebagai diketahui itu dengan pasti tanpa
keraguan. Atas dasar ini dapat dikatakan bahwa sampai tingkat tertentu
pengetahuan selalu mengandung keyakinan, yaitu keyakinan mengenai kebenaran
pengetahuan itu. Misalnya, jika saya tahu bahwa Anda orang baik, saya yakin
juga bahwa Anda orang baik. Tetapi hubungan ini tidak bisa dibalik. Ketita saya
yakin Anda orang baik, keyakinan saya ini belum merupakan pengetahuan jika
tidak didukung oleh kenyataan sebagaimana yang saya yakini.
2.
Macam-Macam
Pengetahuan Menurut Polanya
Berdasarkan
polanya, terdapat tiga macam pengetahuan, yaitu:
a.
Tahu
bahwa
“Pengetahuan
bahwa” adalah pengetahuan tentang informasi tertentu; tahu bahwa p, dan bahwa p memang benar. Jenis pengetahuan ini disebut juga pengetahuan
teoretis, pengetahuan ilmiah, walaupun masih pada tingkat yang tidak terlalu
mendalam. “Tahu bahwa” berkaitan dengan keberhasilan mengumpulkan informasi
atau data tertentu yang menjadi kekuatan pengetahuan ini. Sesorang yang
mempunyai pengetahuan jenis ini berarti ia memang mempunyai data/informasi
akurat melebihi orang lain, atau ketika orang lain tidak memiliki informasi
seperti yang dimilikinya.
b.
Tahu
bagaimana
Pengetahuan
jenis ini menyangkut bagaimana melakukan sesuatu, atau dikenal dengan know-how. “Tahu bagaimana” lebih banyak
berkaitan dengan praktek yang berarti keterampilan atau keahlian dan kemahiran
teknis dalam melakukan sesuatu, atau disebut juga pengetahuan praktis. Tetapi,
pengetahuan ini bukan hanya bersifat praktis, melainkan juga punya landasan
atau asumsi teoretis tertentu yang telah diaplikasikan menjadi pengetahuan
praktis. Sesorang yang mempunyai pengetahuan jenis ini berarti ia tahu
bagaimana melakukan sesuatu. Hal ini mencakup: manajemen, teknik, organisasi,
computer, dan sebagainya.
c.
Tahu
akan/mengenai
“Tahu
akan/mengenai” adalah sesuatu yang sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan
sesuatu atau sesorang melalui pengalaman atau pengenalan pribadi, atau sering
disebut sebagai pengetahuan berdasarkan pengenalan, atau pengetahuan langsung
yang bersifat personal. Unsur yang paling penting dalam pengetahuan jenis ini
adalah pengenalan dan pengalaman pribadi secara langsung dengan objeknya.
Cirri
pengetahuan model ini adalah sebagai berikut. Pertama, pengetahuan ini
mempunyai tingkat objektivitas yang cukup tinggi, karena didasarkan pada
pengalaman pribadi yang langsung dengan objek. Namun di sini unsur subjektif
tetap kuat, karena objek itu tetap dikenal dan ditangkap berdasarkan sudut
pandang si subjek. Bisa saja objek yang sama dikenal oleh dua subjek secara
berbeda.
Cirri
kedua yaitu, bahwa subjek mampu membuat penilaian tertentu atas objeknya karena
pengenalan dan pengalamn pribadi yang bersifat langsung dengan objek. Contohnya,
seorang teknisi yang kenal betul dengan sebuah mesin aka jauh lebih tepat
membuat penilaian mengenai keadaan atau kerusakan mesin tersebut daripada orang
lain.
Ketiga,
pengetahuan model ini biasanya bersifat singular, yaitu hanya berkaitan dengan
barang atau objek khusus, yang berarti terbatas pada objek yang dkenal secara
langsung dan personal dan bukan menyangkut objek serupa lainnya.
d.
Tahu
mengapa
“Tahu
mengapa” jauh lebih mendalam dan serius daripada “tahu bahwa” karena “tahu
mengapa” berkaitan dengan penjelasan. “Tahu mengapa” jauh lebih kritis karena
sampai pada tingkat mengaitkan dan menyusun hubungan-hubungan tak terlihat
atara berbagai informasi yang ada. Dengan “tahu mengapa” subjek melangkah lebih
jauh lagi dari informasi yang ada untuk memperoleh informasi baru yang akan
menyingkapkan pengetahuan yang lebih mendalam dari sekadar “pengetahuan bahwa”
untuk mengetahui mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya. Contohnya, mengapa
sesuatu yang terjatuh sellau mengarah ke bawah? Mengapa planet-planet selalu
berada pada orbitnya? Dan sebagainya.
Akal
budi manusia berperan penting dalam melakukan refleksi, mengajukan sistem, atau
analogi yang memungkinkan kita mengaitkan dan menyusun berbagai data yang
mungkin kelihatan berdiri sendiri-sendiri menjadi satu kesatuan yang
mengagumkan. Kemudian data-data tadi
disusun ke dalam kelompok tertentu secara sistematis, yang memungkinkan kita
memahami mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya.
Pengetahua
model ini merupakan pengetahuan paling tinggi dan mendalam dan sekaligus juga
merupakan pengetahuan ilmiah. Menurut Plato dan Aristoteles, dalam berhadapn
dengan benda-benda di alam semesta ini, manusia pada dasarnya digerakkan oleh
tiga perasaan; perasaan terkejut, perasaan ingin tahu, dan perasaan kagum. Ketika
terjadi sesuatu yang tak terduga muncul perasaan terkejut yang kemudian
mendorong manusia untuk mengetahui mengapa hal itu terjadi sehingga mendapatkan
suatu penjelasan yang mengagumkan di balik kejadian tersebut yang sebelumnya
tidak diketahuinya.
3.
Hubungan
di antara Empat Macam Pengetahuan
Di
antara keempat macam pengetahuan ini, terdapat hubungan yang sangat erat dan
saling menguhkan untuk memungkinkan manusia sampai pada pengetahuan yang
dianggap paling sempurna dan benar.
a.
Antara
“tahu bahwa” dan “tahu bagaimana”
“Pengetahuan
bagaimana” selalu mengandaikan “pengetahuan bahwa”, yaitu hanya merupakan
penerapan praktis dari apa yang telah diketahui pada tingkat “pengetahuan
bahwa”. Karena sesorang mengetahui bahwa sesuatu terjadi sebagaimana adanya, ia
lalu menerapkan dan menggunakannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat
membantu manusia untuk menjalani kehidupannya secara lebih baik.
“Pengetahuan
bahwa” bisa saja hanya berhenti pada sekadar tahu. Namun “pengetahuan
bagaimana” justru telah melangkah lebih jauh untuk menerapkan “pengetahuan
bahwa” tadi sehingga berguna bagi manusia.
Sangat
mungkin terjadi bahwa sesorang secara kebetulan lebih dulu memiliki
“pengetahuan bagaimana”melalui pengujian trial
and error, lalu kemudian merumuskannya menjadi “tahu bahwa”. Tetapi
tentunya orang tersebut sudah mempunya “pengetahuan bahwa” pada tingkat
tertentu, namun masih terpendam, masih belum terungkap, masih samar-samar,
masih terselubung. Baru setelah keberhasilannya dengan “tahu bagaimana”, apa
yang diketahuinya secara tak terungkap dan samar-samar tadi menjadi
“pengetahuan bahwa” yang actual..
b.
Antara
“tahu bahwa dan “tahu akan”
Selain
hal yang telah dijelaskan di atas, yang juga penting adalah bahwa kita
mempunyai pengenalan dan pengalaman langsung secara pribadi dengan objek
pengetahuan kita. Pengetahuan kita bahwa sesuatu terjadi atau bahwa p, harus juga benar-benar didasarkan
pada bukti da fakta yang kita sendiri tahu dan peroleh secara pribadi sehingga
pengetahuan itu mempunyai validitasnya yang lebih kuat. Michael Polanyi
mengatakan bahwa supaya kita bisa “tahu bahwa sesuatu sebagaimana adanya” kita
harus punya pengalaman pribadi secara langsung.
Seperti
halnya “tahu bahwa”, “tahu akan’ pun didasarkan pada informasi tertentu. Hanya
saja informasi tersebut bersifat lebih langsung dan personal.
c.
Antara
“tahu bagaimana” dan “tahu akan”
Dengan
mengetahui sesuatu secara pribadi, sesorang pada akhirnya semaikn tahu
bagaimana bertindak secara tepat. Misalnya, keahlian seorang dokter dalam hal
bagaimana menyembuhkan pasien sangat terkait dengan pengalaman dan pengenalan
dokter tersebut akan penyakit yang ditanganinya.
d.
Antara
“tahu mengapa” dan ketiga jenis pengetahuan lainnya
Pertama,
untuk sampai pada pengetahuan yang lebih mendalam dan akurat, kita tidak hanya
berhenti pada “tahu bagaimana”, melainkan kita perlu melangkah lebih jauh untuk
mengetahui mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya. Dengan kata lain, kita
membutuhkan “pengetahuan mengapa”. Namun ‘pengetahuan mengapa” ini juga
mengandaikan “tahu bahwa”. Misalnya, kita mengapa buah apel jatuh ke bawah,
mengandaikan kita tahu bahwa ada hokum gravitasi.
Kedua,
untuk bisa tahu bagaimana melakukan sesuatu, dalam banyak kasus kita perlu
mengetahui mengapa sesutau terjadi. “Tahu bagaimana” sesungguhnya merupakan
aplikasi dan konsekuensi dari pengetahuan kita mengenai mengapa sesutau
terjadi, yaitu mengenai sebab dan akibat. Misalnya, untuk bisa memperbaiki
sebuah mesin, kita perlu mengetahui mengapa mesin tersebut rusak.
Ketiga,
dalam kasus tertentu, untuk bisa mempunyai “pengetahuan mengapa” sesuatu
terjadi, kita perlu mempunyai pengenalan pribadi, kita perlu “tahu akan”, yaitu
tahu secara mendalam tentang hal itu. Namun tetap saja bisa terjadi bahwa
sesorang “tahu mengapa” sesutau terjadi tanpa perlu punya pengenalan pribadi.
Sebalinya, bisa saja sesorang “tahu akan” sesuatu tanpa perlu “tahu mengapa”.
Dari
uraian di atas dapat kita gambarkan keterkaitan antara keempat jenis jenis
pengetahuan tersebut dalam skema berikut.
TAHU
AKAN
(pengetahuan
langsung melalui pengenalan pribadi)
![]() |
TAHU
BAHWA

TAHU
MENGAPA
(refleksi,
abstraksi, penjelasan)
![]() |
TAHU
BAGAIMANA
(pemecahan,
penerapan, tindakan)
4.
Skeptisisme
Sikap
dasar spetisisme adalah bahwa kitatidak pernah tahu tentang apapun. Skeptisisme
meragukan kemungkinan bahwa manusia bisa mengetahui sesuatu karena tidak ada
bukti yang cukup untuk mempertahankan bahwa manusia benar-benar tahu tentang
sesuatu.
Skeptisisme
sudah berkembang sejak zaman Yunani kuno pada kelompok filsuf yang dikenal
sebagai kaum Sofis. Kaum Sofis meragukan kemungkinan pengetahuan akan alam
karena menurut mereka manusia adalah ukuran dari segala-galanya. Bagi kaum
Sofis, apa yang dianggap sebagai pengetahuan sesungguhnya hanyalah konstruksi
sosial manusia. Tidak ada realitas yang bisa diketahui secara nyata sebagaimana
adanya. Yang ada hanyalah konstruksi manusia tentang realitas itu.
Skeptisisme
muncul terutama karena anggapan bahwa pengetahuan menyagkut kepastian. Apa yang
diklaim sebagai penegetahuan harus selalu benar dan tidak bisa salah. Bagaimana
kita bisa tahu bahwa hal itu pasti benar? Dengan bukti! Bagaimana kita bisa
tahu bahwa bukti itu memang benar dan bukan tipuan? Hal inilah yang menurut
para skeptisisme, kita sulit memberikan bukti atas proporsi apapun yang diklaim
sebagai pengetahuan. Kita tidak pernah tahu secara pasti tentang kebenaran dari
apa yang kita klaim sebagai sesuatu yang kita ketahui. Jadi, sesungguhnya kita
tidak tahu. Maka, tidak ada yang tahu pasti tentang dunia di sekitarnya sehingga
tidak ada pengetahuan.
Skeptisisme
sesungguhnya telah menyumbangkan sesuatu yang sangat berharga bagi ilmu
pengetahuan, yaitu sikap meragukan secara positif setiap klaim dan bukti yang
kita peroleh. Ini mneunjukkan sikap kritis. Dengan sikap meragukan segala
sesutau, termasuk apa yang kita anggap sebagai benar, kita dapat melangkah
lebih jauh menuju pada kebenaran yang lebih pasti dan lebih sempurna. Namun,
bukan berarti pengetahuan adalah hal yang mustahil dicapai oleh manusia, dengan
tiga alasan:
1) Skeptisisme
keliru beranggapan bahwa jika kita tahu sesuatu kita tidak bisa salah. Benar
dan salah hanyalah kategori yang dipakai untuk menilai pengetahuan kita. Jika
proposisi kita salah, bukan berarti pengetahuan manusia adalah hal yang
mustahil.
2) Kenyataan
mneunjukkan bahwa selalu ada konsep yang berpasangan, hitam dan putih, benar
dan salah, kecil dan besar, berat dan ringan, tahu dan tidak tahu. Sedangkan
skeptisisme hanya menerima bahwa manusia selalu tidak tahu, pengetahuan manusia
adalah hal yang mustahil dicapai. Padahal seharusnya, jika skeptisisme menerima
ketidaktahuan manusia, skeptisisme pun harus menerima kemungkinan pengetahuan
manusia.
Skeptisisme yang
radikal akan melahirkan berbagai kontradiksi. Kaum skeptis beranggapan bahwa
pengetahuan manusia perlu diragukan. Ini berarti pengetahuan kaum skeptis bahwa
semua pengetahuan perlu diragukan, juga harus diragukan.sumber :
Keraf, A. Sonny & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar