Rabu, 19 November 2014

Review Bab 2 Buku "ILMU PENGETAHUAN SEBUAH TINJAUAN FILOSOFIS"



BAB II
PENGETAHUAN DAN KEYAKINAN

1.    Hubungan antara Pengetahuan dan Keyakinan
Pengetahuan dan keyakinan sama-sama merupakan sikap mental sesorang dalam hubungan dengan objek tertentu yang disadarinya sebagai ada atau terjadi. Perbedaannya adalah, dalam hal keyakinan, objek yang disadari sebagai ada tdak perlu ada sebagaimana adanya. Sedangkan dalam hal pengetahuan, objek yang disadari sebagai ada itu memang ada sebagaimana adanya. Keyakinan bisa saja keliru, tetapi sah saja dianut sebagai keyakinan. Namun pengetahuan tidak bisa salah atau kelir, karena begitu suatu pengetahuan terbukti salah atau keliru tidak bisa lagi dianggap sebagai pengetahuan. Pengetahuan lalu berubah status menjadi sekadar keyakinan belaka.
Pengetahuan selalu mengandung kebenaran. Apa yang diketahui harus ditunjang oleh bukti-bukti, fakta, saksi, memori, catatan historis, dan sebagainya. Apa yang dianggap sebagai pengetahuan itu lalu dirumuskan sebagai proposisi. Proposisi atau hipotesis adalah pernyataan yang mengungkapkan apa yang diketahui dan/atau diyakini sebagai benar yang perlu dibuktikan lebih lanjut. Proposisi hanya sah dianggap sebagai pengetahuan jika proposisi itu memang benar sebagaimana yang diungkapkan. Jika dalam kenyatannya tidak benar demikian, maka proposisi tadi hanya menjadi sebuah keyakinan.
Sebagai contoh:
a.       Bumi berbentuk bulat
b.      Kucing berkaki tiga
c.       Salju berwarna putih
Dari ketiga pernyataan di atas, pernyataan pertama dan ketiga merupakan pengetahuan. Sedangkan pernyataan kedua hanya merupakan keyakinan karena belum tentu benar demikian. Pernyataan kedua bisa menjadi pengetahuan jika dalam kenyataannya terjadi sebagaimana dikatakan pernyataan tersebut.
Supaya ada pengetahuan, di satu pihak apa yang diklaim sebagai diketahui itu harus ada sebagaimana diklaim, tetapi di pihak lain si subjek sendiri harus sadar bahwa ia tahu tentang apa yang diklaimnya sebagai diketahui itu dengan pasti tanpa keraguan. Atas dasar ini dapat dikatakan bahwa sampai tingkat tertentu pengetahuan selalu mengandung keyakinan, yaitu keyakinan mengenai kebenaran pengetahuan itu. Misalnya, jika saya tahu bahwa Anda orang baik, saya yakin juga bahwa Anda orang baik. Tetapi hubungan ini tidak bisa dibalik. Ketita saya yakin Anda orang baik, keyakinan saya ini belum merupakan pengetahuan jika tidak didukung oleh kenyataan sebagaimana yang saya yakini.

2.    Macam-Macam Pengetahuan Menurut Polanya
Berdasarkan polanya, terdapat tiga macam pengetahuan, yaitu:
a.      Tahu bahwa
“Pengetahuan bahwa” adalah pengetahuan tentang informasi tertentu; tahu bahwa p, dan bahwa p memang benar. Jenis pengetahuan ini disebut juga pengetahuan teoretis, pengetahuan ilmiah, walaupun masih pada tingkat yang tidak terlalu mendalam. “Tahu bahwa” berkaitan dengan keberhasilan mengumpulkan informasi atau data tertentu yang menjadi kekuatan pengetahuan ini. Sesorang yang mempunyai pengetahuan jenis ini berarti ia memang mempunyai data/informasi akurat melebihi orang lain, atau ketika orang lain tidak memiliki informasi seperti yang dimilikinya.

b.      Tahu bagaimana
Pengetahuan jenis ini menyangkut bagaimana melakukan sesuatu, atau dikenal dengan know-how. “Tahu bagaimana” lebih banyak berkaitan dengan praktek yang berarti keterampilan atau keahlian dan kemahiran teknis dalam melakukan sesuatu, atau disebut juga pengetahuan praktis. Tetapi, pengetahuan ini bukan hanya bersifat praktis, melainkan juga punya landasan atau asumsi teoretis tertentu yang telah diaplikasikan menjadi pengetahuan praktis. Sesorang yang mempunyai pengetahuan jenis ini berarti ia tahu bagaimana melakukan sesuatu. Hal ini mencakup: manajemen, teknik, organisasi, computer, dan sebagainya.

c.       Tahu akan/mengenai
“Tahu akan/mengenai” adalah sesuatu yang sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan sesuatu atau sesorang melalui pengalaman atau pengenalan pribadi, atau sering disebut sebagai pengetahuan berdasarkan pengenalan, atau pengetahuan langsung yang bersifat personal. Unsur yang paling penting dalam pengetahuan jenis ini adalah pengenalan dan pengalaman pribadi secara langsung dengan objeknya.
Cirri pengetahuan model ini adalah sebagai berikut. Pertama, pengetahuan ini mempunyai tingkat objektivitas yang cukup tinggi, karena didasarkan pada pengalaman pribadi yang langsung dengan objek. Namun di sini unsur subjektif tetap kuat, karena objek itu tetap dikenal dan ditangkap berdasarkan sudut pandang si subjek. Bisa saja objek yang sama dikenal oleh dua subjek secara berbeda.
Cirri kedua yaitu, bahwa subjek mampu membuat penilaian tertentu atas objeknya karena pengenalan dan pengalamn pribadi yang bersifat langsung dengan objek. Contohnya, seorang teknisi yang kenal betul dengan sebuah mesin aka jauh lebih tepat membuat penilaian mengenai keadaan atau kerusakan mesin tersebut daripada orang lain.
Ketiga, pengetahuan model ini biasanya bersifat singular, yaitu hanya berkaitan dengan barang atau objek khusus, yang berarti terbatas pada objek yang dkenal secara langsung dan personal dan bukan menyangkut objek serupa lainnya.

d.      Tahu mengapa
“Tahu mengapa” jauh lebih mendalam dan serius daripada “tahu bahwa” karena “tahu mengapa” berkaitan dengan penjelasan. “Tahu mengapa” jauh lebih kritis karena sampai pada tingkat mengaitkan dan menyusun hubungan-hubungan tak terlihat atara berbagai informasi yang ada. Dengan “tahu mengapa” subjek melangkah lebih jauh lagi dari informasi yang ada untuk memperoleh informasi baru yang akan menyingkapkan pengetahuan yang lebih mendalam dari sekadar “pengetahuan bahwa” untuk mengetahui mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya. Contohnya, mengapa sesuatu yang terjatuh sellau mengarah ke bawah? Mengapa planet-planet selalu berada pada orbitnya? Dan sebagainya.
Akal budi manusia berperan penting dalam melakukan refleksi, mengajukan sistem, atau analogi yang memungkinkan kita mengaitkan dan menyusun berbagai data yang mungkin kelihatan berdiri sendiri-sendiri menjadi satu kesatuan yang mengagumkan.  Kemudian data-data tadi disusun ke dalam kelompok tertentu secara sistematis, yang memungkinkan kita memahami mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya.
Pengetahua model ini merupakan pengetahuan paling tinggi dan mendalam dan sekaligus juga merupakan pengetahuan ilmiah. Menurut Plato dan Aristoteles, dalam berhadapn dengan benda-benda di alam semesta ini, manusia pada dasarnya digerakkan oleh tiga perasaan; perasaan terkejut, perasaan ingin tahu, dan perasaan kagum. Ketika terjadi sesuatu yang tak terduga muncul perasaan terkejut yang kemudian mendorong manusia untuk mengetahui mengapa hal itu terjadi sehingga mendapatkan suatu penjelasan yang mengagumkan di balik kejadian tersebut yang sebelumnya tidak diketahuinya.

3.    Hubungan di antara Empat Macam Pengetahuan
Di antara keempat macam pengetahuan ini, terdapat hubungan yang sangat erat dan saling menguhkan untuk memungkinkan manusia sampai pada pengetahuan yang dianggap paling sempurna dan benar.
a.      Antara “tahu bahwa” dan “tahu bagaimana”
“Pengetahuan bagaimana” selalu mengandaikan “pengetahuan bahwa”, yaitu hanya merupakan penerapan praktis dari apa yang telah diketahui pada tingkat “pengetahuan bahwa”. Karena sesorang mengetahui bahwa sesuatu terjadi sebagaimana adanya, ia lalu menerapkan dan menggunakannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat membantu manusia untuk menjalani kehidupannya secara lebih baik.
“Pengetahuan bahwa” bisa saja hanya berhenti pada sekadar tahu. Namun “pengetahuan bagaimana” justru telah melangkah lebih jauh untuk menerapkan “pengetahuan bahwa” tadi sehingga berguna bagi manusia.
Sangat mungkin terjadi bahwa sesorang secara kebetulan lebih dulu memiliki “pengetahuan bagaimana”melalui pengujian trial and error, lalu kemudian merumuskannya menjadi “tahu bahwa”. Tetapi tentunya orang tersebut sudah mempunya “pengetahuan bahwa” pada tingkat tertentu, namun masih terpendam, masih belum terungkap, masih samar-samar, masih terselubung. Baru setelah keberhasilannya dengan “tahu bagaimana”, apa yang diketahuinya secara tak terungkap dan samar-samar tadi menjadi “pengetahuan bahwa” yang actual..


b.      Antara “tahu bahwa dan “tahu akan”
Selain hal yang telah dijelaskan di atas, yang juga penting adalah bahwa kita mempunyai pengenalan dan pengalaman langsung secara pribadi dengan objek pengetahuan kita. Pengetahuan kita bahwa sesuatu terjadi atau bahwa p, harus juga benar-benar didasarkan pada bukti da fakta yang kita sendiri tahu dan peroleh secara pribadi sehingga pengetahuan itu mempunyai validitasnya yang lebih kuat. Michael Polanyi mengatakan bahwa supaya kita bisa “tahu bahwa sesuatu sebagaimana adanya” kita harus punya pengalaman pribadi secara langsung.
Seperti halnya “tahu bahwa”, “tahu akan’ pun didasarkan pada informasi tertentu. Hanya saja informasi tersebut bersifat lebih langsung dan personal.

c.       Antara “tahu bagaimana” dan “tahu akan”
Dengan mengetahui sesuatu secara pribadi, sesorang pada akhirnya semaikn tahu bagaimana bertindak secara tepat. Misalnya, keahlian seorang dokter dalam hal bagaimana menyembuhkan pasien sangat terkait dengan pengalaman dan pengenalan dokter tersebut akan penyakit yang ditanganinya.

d.      Antara “tahu mengapa” dan ketiga jenis pengetahuan lainnya
Pertama, untuk sampai pada pengetahuan yang lebih mendalam dan akurat, kita tidak hanya berhenti pada “tahu bagaimana”, melainkan kita perlu melangkah lebih jauh untuk mengetahui mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya. Dengan kata lain, kita membutuhkan “pengetahuan mengapa”. Namun ‘pengetahuan mengapa” ini juga mengandaikan “tahu bahwa”. Misalnya, kita mengapa buah apel jatuh ke bawah, mengandaikan kita tahu bahwa ada hokum gravitasi.
Kedua, untuk bisa tahu bagaimana melakukan sesuatu, dalam banyak kasus kita perlu mengetahui mengapa sesutau terjadi. “Tahu bagaimana” sesungguhnya merupakan aplikasi dan konsekuensi dari pengetahuan kita mengenai mengapa sesutau terjadi, yaitu mengenai sebab dan akibat. Misalnya, untuk bisa memperbaiki sebuah mesin, kita perlu mengetahui mengapa mesin tersebut rusak.
Ketiga, dalam kasus tertentu, untuk bisa mempunyai “pengetahuan mengapa” sesuatu terjadi, kita perlu mempunyai pengenalan pribadi, kita perlu “tahu akan”, yaitu tahu secara mendalam tentang hal itu. Namun tetap saja bisa terjadi bahwa sesorang “tahu mengapa” sesutau terjadi tanpa perlu punya pengenalan pribadi. Sebalinya, bisa saja sesorang “tahu akan” sesuatu tanpa perlu “tahu mengapa”.
Dari uraian di atas dapat kita gambarkan keterkaitan antara keempat jenis jenis pengetahuan tersebut dalam skema berikut.
TAHU AKAN
(pengetahuan langsung melalui pengenalan pribadi)


 
TAHU BAHWA
(masih bersifat umum)

TAHU MENGAPA
(refleksi, abstraksi, penjelasan)


 
TAHU BAGAIMANA
(pemecahan, penerapan, tindakan)

4.    Skeptisisme
Sikap dasar spetisisme adalah bahwa kitatidak pernah tahu tentang apapun. Skeptisisme meragukan kemungkinan bahwa manusia bisa mengetahui sesuatu karena tidak ada bukti yang cukup untuk mempertahankan bahwa manusia benar-benar tahu tentang sesuatu.
Skeptisisme sudah berkembang sejak zaman Yunani kuno pada kelompok filsuf yang dikenal sebagai kaum Sofis. Kaum Sofis meragukan kemungkinan pengetahuan akan alam karena menurut mereka manusia adalah ukuran dari segala-galanya. Bagi kaum Sofis, apa yang dianggap sebagai pengetahuan sesungguhnya hanyalah konstruksi sosial manusia. Tidak ada realitas yang bisa diketahui secara nyata sebagaimana adanya. Yang ada hanyalah konstruksi manusia tentang realitas itu.
Skeptisisme muncul terutama karena anggapan bahwa pengetahuan menyagkut kepastian. Apa yang diklaim sebagai penegetahuan harus selalu benar dan tidak bisa salah. Bagaimana kita bisa tahu bahwa hal itu pasti benar? Dengan bukti! Bagaimana kita bisa tahu bahwa bukti itu memang benar dan bukan tipuan? Hal inilah yang menurut para skeptisisme, kita sulit memberikan bukti atas proporsi apapun yang diklaim sebagai pengetahuan. Kita tidak pernah tahu secara pasti tentang kebenaran dari apa yang kita klaim sebagai sesuatu yang kita ketahui. Jadi, sesungguhnya kita tidak tahu. Maka, tidak ada yang tahu pasti tentang dunia di sekitarnya sehingga tidak ada pengetahuan.
Skeptisisme sesungguhnya telah menyumbangkan sesuatu yang sangat berharga bagi ilmu pengetahuan, yaitu sikap meragukan secara positif setiap klaim dan bukti yang kita peroleh. Ini mneunjukkan sikap kritis. Dengan sikap meragukan segala sesutau, termasuk apa yang kita anggap sebagai benar, kita dapat melangkah lebih jauh menuju pada kebenaran yang lebih pasti dan lebih sempurna. Namun, bukan berarti pengetahuan adalah hal yang mustahil dicapai oleh manusia, dengan tiga alasan:
1)      Skeptisisme keliru beranggapan bahwa jika kita tahu sesuatu kita tidak bisa salah. Benar dan salah hanyalah kategori yang dipakai untuk menilai pengetahuan kita. Jika proposisi kita salah, bukan berarti pengetahuan manusia adalah hal yang mustahil.
2)      Kenyataan mneunjukkan bahwa selalu ada konsep yang berpasangan, hitam dan putih, benar dan salah, kecil dan besar, berat dan ringan, tahu dan tidak tahu. Sedangkan skeptisisme hanya menerima bahwa manusia selalu tidak tahu, pengetahuan manusia adalah hal yang mustahil dicapai. Padahal seharusnya, jika skeptisisme menerima ketidaktahuan manusia, skeptisisme pun harus menerima kemungkinan pengetahuan manusia.
Skeptisisme yang radikal akan melahirkan berbagai kontradiksi. Kaum skeptis beranggapan bahwa pengetahuan manusia perlu diragukan. Ini berarti pengetahuan kaum skeptis bahwa semua pengetahuan perlu diragukan, juga harus diragukan.

sumber :
Keraf, A. Sonny & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar